INFO INVESTIGASI , Jakarta, – Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sudah mengeluarkan surat telegram berisi pedoman penanganan kasus UU ITE. Dalam pedoman tersebut, Kapolri menekankan terkait kasus ujaran kebencian.
Surat telegram yang tersebar pada Hari Senin 22 February 2021 tersebut teregistrasi dengan nomor ST/339/II/RES.1.1.1./2021. Surat telegram tersebut dikeluarkan oleh Kapolri dan sudah ditandatangani oleh Wakabareskrim Polri Irjen Pol Wahyu Hadiningrat
Dalam surat telegram itu, Kapolri meminta jajarannya mengedepankan restorative justice dalam setiap penyelesaian perkara ITE. Selain itu, Kapolri juga mengeluarkan Surat Edaran terkait kesadaran budaya beretika dengan nomor SE/2/11/2011.
Berikut isi surat telegram terkait pedoman penanganan kasus ITE:
BBB. Sehubungan dengan referensi di atas, disampaikan kepada Kapolda agar mempedomani penanganan tindak pidana kejahatan siber khususnya ujaran kebencian dilaksanakan sebagai berikut:
1. Tindak pidana yang dapat diselesaikan dengan cara restorative justice adalah pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan mempedomani Pasal 27 ayat 3 UU ITE, Pasal 270, 310, 311 KUHP.
2. Tindak pidana yang berpotensi memecah belah bangsa (disintegrasi dan intoleransi):
AA. Tindak pidana yang mengandung unsur SARA, kebencian terhadap golongan atau agama dan diskriminasi RAS dan etnis mempedomani Pasal 26 ayat 2 UU ITE, Pasal 156, 156 A KUHP, Pasal 4 UU nomor 40 tahun 2008.
BB. Tindak pidana penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran mempedomani Pasal 14 ayat 1 UU 1 tahun 1946.
CCC. Dalam penanganan perkara terkait tindak pidana kejahatan siber agar dipedomani hal sebagai berikut:
1. Terhadap tindak pidana pencemaran nama baik/fitnah/penghinaan tidak dilaksanakan penahanan dan dapat diselesaikan dengan cara mekanisme restorative justice.
2. Agar melaksanakan gelar perkara melalui virtual metting/zoom Kabareskrim UP Dirtipidsiber dalam setiap tahap penyidikan dan penetapan tersangka.
DDD. ST ini bersifat jukrah sekaligus perintah untuk dipedomani dan dilaksanakan.
2. Sehubungan dengan rujukan di atas dan mempertimbangkan perkembangan situasi nasional terkait penerapan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital, maka diharapkan kepada seluruh anggota Polri berkomitmen menerapkan penegakan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi semua tokoh masyarakat.
3. Bahwa dalam rangka penegakan hukum yang berkeadilan dimaksud, Polri senantiasa mengedepankan edukasi dan langkah persuasif sehingga dapat menghindari adanya dugaan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan serta dapat menjamin ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, dan produktif, dengan mepedomani hal-hal sebagai berikut:
A. Mengikuti perkembangan pemanfaatan ruang digital yang terus berkembang dengan segala macam persoalannya.
B. Memahami budaya beretika yang terjai di ruang digital dengan menginventarisir berbagai permasalahan dan dampak yang terjadi di masyarakat.
C. Mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber.
D. Dalam menerima laporan dari semua tokoh masyarakat, penyidik harus dapat dengan tegas membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana untuk selanjutnya menentukan langkah yang akan diambil.
E. Sejak penerimaan laporan, agar penyidik berkomunikasi dengan para pihak terutama korban (tidak diwakilkan) dan memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi.
F. Melakukan kajian dan gelar perkara secara komprehensif terhadap perkara yang ditangani dengan melibatkan Bareskrim/Dittipidsiber (dapat melalui zoom meeting) dan mengambil keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan fakta dan data yang ada.
G. Penyidik berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium) dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara.
H. Terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice terkecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme dan separatisme.
I. Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali.
J. Penyidik agar berkoordinasi dengan JPU dalam pelaksanaanya, termasuk memberikan saran dalam hal pelaksanaan mediasi pada tingkat penuntutan.
K. Agar dilakukan pengawasan secara berjenjang terhadap setiap langkah penyidikan yang diambil dan memberikan reward serta punishment atas penilaian pimpinan secara berkelanjutan.
4. Surat Edaran ini disampaikan untuk diikuti dan dipatuhi oleh seluruh anggota Polri.
( Iwan / Team)