Solar bersubsidi langka, kegiatan Industri disebut meningkat -->

breaking news

News

Baca di Helo

Solar bersubsidi langka, kegiatan Industri disebut meningkat

Tuesday, March 29, 2022

dok. istimewa/ Harusnya (solar subsidi) tidak cover industri tambang dan perkebunan sawit, ada aturannya dalam Perpres, (30/3).


INFOKITA INVESTIGASI, Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menduga solar subsidi digunakan oleh kalangan yang tidak berhak untuk menikmatinya.


Nicke menjelaskan, dugaan tersebut mengacu pada kegiatan industri yang meningkat, tetapi penjualan solar nonsubsidi justru menurun.


"Kalau kita lihat porsi dari solar subsidi itu terhadap keseluruhan penjualan (solar) ini mencapai 93 persen, jadi nonsubsidi itu hanya 7 persen. Ini apakah betul untuk menunjang sektor logistik dan industri yang tak termasuk besar ini 93 persen," ujar Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (28/3/2022).


Nicke melanjutkan, hal tersebut perlu dilihat dengan APH (Anak Perusahaan Hulu). Jika antrean yang ditemukan berasal dari industri besar seperti perusahaan sawit dan tambang, harus ditertibkan.


"Harusnya (solar subsidi) tidak cover industri tambang dan perkebunan sawit, ada aturannya dalam Perpres," ujarnya.


Menurutnya, saat ini telah terjadi disparitas harga yang cukup tinggi antara solar subsidi dan nonsubsidi. Ia menyebut selisihnya berada di Rp7.800 per liter antara harta yang ditetapkan dengan harga keekonomian.


Maka dari itu, guna memastikan salurannya tepat, Nicke akan mengecek lebih lanjut penjualan solar subsidi tersebut.


"Jadi inilah yang mendorong juga shifting ataupun ada yang tidak tepat sasaran, jadi kami gandeng APH untuk pengendalian monitoring juga shifting. Kami gandeng APH untuk pengendalian monitoring di lapangan agar in sesuai dengan yang diperuntukkan," ungkapnya. 


Dengan adanya data tersebut, ia menduga ada kebocoran penggunaan solar subsidi oleh pihak yang tidak seharusnya. Ini juga berkaitan dengan aktivitas industri yang belakangan mengalami kenaikan seiring dengan penjualan solar nonsubsidi yang menurun.


"Kami duga seperti itu, dan ini kelihatannya karena penjualan solar nonsubsidi itu turun, penjualan subsidi naik, padahal industri naik, jadi semuanya ke sana," jelasnya.


"Ini yang perlu diluruskan ada Perpres, mungkin diperlukan level Kepmen untuk bisa digunakan sebagai dasar di lapangan, juklak juknisnya gimana mengatur industri apa dan tidak boleh dan berapa volumenya untuk itu," tutupnya. (dw/*)